Tantangan #Petani #Kakao di #Simangumban

SIMANGUMBAN ONLINE -- Tanaman kakao di empat kecamatan yakni, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua dan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), diserang penyakit busuk buah (PBB). Penyakit PBB itu berakibat turunnya produksi kakao dari daerah itu.

Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Pertanian Taput, Ir Hotman Sianturi menerangkan, penyakit buah busuk kakao disebabkan hama penggerek buah kakao (PBK). Hama PBK, diakibatkan oleh serangga atau kumbang.

Hotman menjelaskan, pengendalian dengan cara penyemprotan peptisida tidak akan berarti, karena hama telah terbungkus oleh kulit buah kakao. Pada umumnya, serangga/kumbang di malam hari hinggap ke buah kakao dan dengan cara yang unik serangan/kumbang dapat menetaskan telornya hingga masuk ke dalam buah kakao.

“Itulah penyebab buah kakao busuk, karena telor serangan telah berada didalam buah kakao dan telor tersebut akan berkembang menjadi ulat. Jadi, pengendalian dengan cara penyemprotan peptisida, tidak berguna,”jelas Hotman kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (6/3/2018), di Tarutung.

Pengendalian yang paling ampuh dan sangat praktis, sebut Hotman, dengan biaya yang relatif murah yakni, dengan cara sanitasi area perkebunan, perangkap dan kondomisasi dilakukan pada buah.

Sanitasi, ujar Hotman, menjadi faktor utama untuk pengendalian hama. Area perkebunan harus dibersihkan dari dedaunan maupun buah kakao yang busuk dan jatuh ke tanah. Daun dan buah yang jatuh di tanah, semestinya dibersihkan/dikumpulkan serta dikubur dalam tanah. Alhasil, hama tidak menyebar ketanaman lainnya.

“Sebaiknya sanitasi area harus terjaga. Dengan mengubur daun dan buah yang busuk, akan memberikan keuntungan atau dua multifungsi yaitu, mengendalikan penyebaran hama serta petani mendapat pupuk kompos,”imbuh Hotman.

Selain karena sanitasi area perkebunan kurang diperhatikan petani, sambung Hotman, hama penggerek buah kakao, juga rentan menyerang area perkebunan kakao bila area terlalu lembab.

“Agar area pertanaman tidak lembab, petani disarankan untuk melakukan pemangkasan tajuk (tunas tanaman yang tidak produktif) dan pemangkasan daun. Pemangkasan dilakukan, agar cahaya/sinar matahari cepat masuk ke area pertanaman dan area pertanaman tidak lembab,” ungkap Hotman.

Hotman mengutarakan, tanaman kakao di Taput seluas 3010,62 hektar. Sentra pertanaman kakao di daerah itu, yaitu Luat Pahae, yakni mencakup Kecamatan Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Pahae Julu.

“Tanaman kakao terserang hama PBK di Luat Pahae, disebabkan masyarakat petani ditenggarai tidak melakukan saran dinas pertanian (Distan). Petani sudah kita sarankan untuk melakukan sanitasi area pertanaman serta pemangkasan tajuk dan daun tanaman,”katanya.

Jaiman Sianturi (72), petani tanaman coklat ditemui medanbisnisdaily.com, Senin (26/2/2018), mengataka, di area pertanamannya di Desa Parsaoran, Kecamatan Purbatua , tanaman coklatnya di area seluas 1,5 hektar, terserang hama busuk buah.

"Tanaman terserang hama busuk buah, terjadi dalam 4 tahun terakhir. Akibatnya, produksi menurun drastis,"sebutnya.

Sebelum tanaman terserang hama busuk buah, sebutnya tanaman di area pertanamannya seluas 1,5 hektar tersebut, bisa menghasilkan biji kering coklat 120-150 kilogram atau panen sekali dalam 2 minggu.

"Namun setelah tanaman terserang hama busuk buah, produksi menurun drastis, yakni hanya diperoleh biji coklat kering 20-30 kilogram per panen sekali dalam 2 Minggu," ujarnya.

Akibat buah busuk, keluh Jaiman, harga biji coklat kering merosot hanya Rp 16.000/kg dalam 3 bulan terakhir. November 2017, harga masih di kisaran Rp 25.000/kg. (sumber)




Tidak ada komentar