Kisah Ustaz Syamsul Arifin Nababan Mendirikan Pesantren
Ustaz Syamsul Arifin Nababan pendiri pondok pesantren mualaf An Nabba Center ialah seorang mualaf. Dia menjadi mualaf pada tahun 1991. Sejak menjadi mualaf, pria asal Tapanuli Utara ini terus mendalami agama Islam. Dia sampai belajar dan mondok di Jember Jawa Timur.
Tak puas dengan ilmu yang didapat, pada tahun 1996 Ustaz Nababan melanjutkan kuliah di Universitas Ibnu Suud Kerajaan Arab Saudi yang berada di Jakarta. Setelah mendalami ilmu, muncul rasa syukur dan tanggung jawab kepada agama Islam. Sebab, setelah mualaf banyak nikmat Allah yang dirasakannya sehingga dia ingin berbagi dengan umat muslim lainnya.
Karena itu pria berusia 50 tahun ini terpanggil untuk menjadi seorang penceramah. Lalu dia sering berceramah dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan hingga ke luar negeri.
"Saya baca dalam Alquran ucapan yang paling baik pekerjaan yang paling mulia adalah dakwah," ujarnya kepada merdeka.com, di pondok pesantren Mualaf An Nabba center, Ciputat, Senin (12/6).
Namun seiring berjalannya waktu, Ustaz Nababan kerap menjumpai mualaf di masjid-masjid dan di jalan-jalan. Dia melihat ada perbedaan antara dirinya dengan para mualaf tersebut. Ustaz Nababan merasa seorang mualaf beruntung dibanding mualaf yang dijumpainya.
Menurutnya, mualaf yang dia temui hanya sekedar mengucapkan dua kalimah syahadat lalu menerima sertifikat masuk Islam. Tapi setelah itu mereka tidak mendapatkan pembinaan tentang Islam baik dari keinginannya sendiri maupun dari ulama-ulama.
Maka dari tahun 2008, ustaz Nababan mencoba merangkul mualaf dengan memberikan pembinaan. Dia berbagai ilmu tentang agama Islam. Hal itu dia lakukan dari masjid ke masjid. Dari hari ke hari semakin banyak mualaf yang mengikuti pembinaan dan kegiatan tersebut. Tapi yang disayangkan Ustaz Nababan tidak memiliki tempat yang tetap. Oleh karena itu dia berusaha dan berdoa agar segera memiliki tempat untuk menampung dan membina para mualaf.
"Alhamdulillah 10 tahun kemudian tahun 2007 saya membeli tanah ini 1.200 meter lalu 2008 saya bangun. Saya tampung semua mualaf tidak dipungut biaya sama sekali," paparnya.
Tak cuma ditampung, para mualaf itu disekolahkan hingga ke perguruan tinggi. Awal membangun tempat diperuntukkan mualaf laki-laki. Akan tetapi karena banyak juga mualaf wanita yang ingin dibina dan masuk ke dalam pondok pesantern yang berlokasi di Tangerang Selatan itu, akhirnya tahun 2014 Ustaz Nababan mendirikan pondok buat putri.
Saat ini sekitar 60 penghuni yang ada di pondok tersebut. Cita-cita Ustaz Nababan pun tercapai membuat tempat para mualaf. Para mualaf yang dibina rata-rata selama satu bulan sudah bisa baca Alquran. Bahkan banyak alumni yang menjadi pendakwah dan penghafal Alquran.
Para penghuni pondok pesantren itu dari berbagai daerah. Tapi kebanyakan dari NTT, Timor Leste dan daerah Sumatera. Mualaf-mualaf itu datang dengan sendirinya. Tapi jika mualaf yang berasal dari jauh biasanya biaya transportasi ditanggung pihak pondok.
Umumnya mereka tahu tentang pondok pesantren An Nabba Center dari internet atau informasi teman. Ustaz Nababan pun memaparkan persyaratan yang mesti dipenuhi untuk para mualaf yang akan masuk ke pondok pesantrennya.
Ada kontrak yang mesti dipatuhi oleh para mualaf yang datang. Kontrak itu ialah bagi mualaf yang tidak bisa baca Alquran selama satu bulan akan dikeluarkan. Peraturan ini ketat karena dikhususkan mualaf yang sungguh-sungguh ingin belajar Islam. Apalagi pondok ini tidak dipungut biaya alias gratis. Selain itu batas usia maksimal 35 tahun.
"Apabila udah S1 mereka akan kita pulangkan ke kampung masing-masing untuk berdakwah di sana agar bisa mengislamkan keluarganya," katanya.
Katanya, dia sudah mengislamkan puluhan orang mualaf. Semua biaya kehidupan di pondok pesantren dibantu oleh para donatur-donatur. Tapi donatur tersebut bukan donatur tetap melainkan siapa saja yang ingin menjadi donatur. Oleh karena itu ustaz Nababan rajin mencari donatur untuk menyambung hidup anak asuh dan para guru di pondok tersebut.
"Setiap bulan keluar dana 60 sampai 70 juta tidak ada donatur tetap tapi bisa jalan. Ini kebenaran janji allah," ucap ustaz Nababan.
Di pondok pesantren itu mereka diajarkan semua tentang agama Islam, Alquran, hadist, fikih, bahasa Arab dan mengenai akhlak. Sementara belajar formal atau sekolah mereka lakukan di luar pondok. Ustaz Nababan mengatakan, guru-guru yang mengajar di pondok itu ada yang berasal dari luar seperti dari Libya, Mesir, dan Arab. Tujuannya agar para mualaf cepat paham mengenai islam dan bisa berguna di masyarakat.
Bahkan, di pondok mualaf ini ada penghargaan bagi mualaf yang berprestasi. Penghargaan itu berupa berangkat umrah ke tanah suci. Hadiah ini baru berjalan sekitar lima tahun dan sudah ada belasan orang yang beruntung. Seluruh biaya itu diberikan oleh donatur.
"Tahun ini ada empat orang berangkat," kata dia.
Ustaz Nababan juga sudah menyiapkan fasilitas di daerah-daerah untuk para mualaf untuk berdakwah. Kini dia pun membuka dua cabang pondok pesantren di NTT untuk memperluas niatnya membina para mualaf. Dia berharap kepada mualaf agar mereka belajar dengan sungguh-sungguh. Karena peluang belajar seperti ini susah didapatkan. (sumber)
Tak puas dengan ilmu yang didapat, pada tahun 1996 Ustaz Nababan melanjutkan kuliah di Universitas Ibnu Suud Kerajaan Arab Saudi yang berada di Jakarta. Setelah mendalami ilmu, muncul rasa syukur dan tanggung jawab kepada agama Islam. Sebab, setelah mualaf banyak nikmat Allah yang dirasakannya sehingga dia ingin berbagi dengan umat muslim lainnya.
Karena itu pria berusia 50 tahun ini terpanggil untuk menjadi seorang penceramah. Lalu dia sering berceramah dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan hingga ke luar negeri.
"Saya baca dalam Alquran ucapan yang paling baik pekerjaan yang paling mulia adalah dakwah," ujarnya kepada merdeka.com, di pondok pesantren Mualaf An Nabba center, Ciputat, Senin (12/6).
Namun seiring berjalannya waktu, Ustaz Nababan kerap menjumpai mualaf di masjid-masjid dan di jalan-jalan. Dia melihat ada perbedaan antara dirinya dengan para mualaf tersebut. Ustaz Nababan merasa seorang mualaf beruntung dibanding mualaf yang dijumpainya.
Menurutnya, mualaf yang dia temui hanya sekedar mengucapkan dua kalimah syahadat lalu menerima sertifikat masuk Islam. Tapi setelah itu mereka tidak mendapatkan pembinaan tentang Islam baik dari keinginannya sendiri maupun dari ulama-ulama.
Maka dari tahun 2008, ustaz Nababan mencoba merangkul mualaf dengan memberikan pembinaan. Dia berbagai ilmu tentang agama Islam. Hal itu dia lakukan dari masjid ke masjid. Dari hari ke hari semakin banyak mualaf yang mengikuti pembinaan dan kegiatan tersebut. Tapi yang disayangkan Ustaz Nababan tidak memiliki tempat yang tetap. Oleh karena itu dia berusaha dan berdoa agar segera memiliki tempat untuk menampung dan membina para mualaf.
"Alhamdulillah 10 tahun kemudian tahun 2007 saya membeli tanah ini 1.200 meter lalu 2008 saya bangun. Saya tampung semua mualaf tidak dipungut biaya sama sekali," paparnya.
Tak cuma ditampung, para mualaf itu disekolahkan hingga ke perguruan tinggi. Awal membangun tempat diperuntukkan mualaf laki-laki. Akan tetapi karena banyak juga mualaf wanita yang ingin dibina dan masuk ke dalam pondok pesantern yang berlokasi di Tangerang Selatan itu, akhirnya tahun 2014 Ustaz Nababan mendirikan pondok buat putri.
Saat ini sekitar 60 penghuni yang ada di pondok tersebut. Cita-cita Ustaz Nababan pun tercapai membuat tempat para mualaf. Para mualaf yang dibina rata-rata selama satu bulan sudah bisa baca Alquran. Bahkan banyak alumni yang menjadi pendakwah dan penghafal Alquran.
Para penghuni pondok pesantren itu dari berbagai daerah. Tapi kebanyakan dari NTT, Timor Leste dan daerah Sumatera. Mualaf-mualaf itu datang dengan sendirinya. Tapi jika mualaf yang berasal dari jauh biasanya biaya transportasi ditanggung pihak pondok.
Umumnya mereka tahu tentang pondok pesantren An Nabba Center dari internet atau informasi teman. Ustaz Nababan pun memaparkan persyaratan yang mesti dipenuhi untuk para mualaf yang akan masuk ke pondok pesantrennya.
Ada kontrak yang mesti dipatuhi oleh para mualaf yang datang. Kontrak itu ialah bagi mualaf yang tidak bisa baca Alquran selama satu bulan akan dikeluarkan. Peraturan ini ketat karena dikhususkan mualaf yang sungguh-sungguh ingin belajar Islam. Apalagi pondok ini tidak dipungut biaya alias gratis. Selain itu batas usia maksimal 35 tahun.
"Apabila udah S1 mereka akan kita pulangkan ke kampung masing-masing untuk berdakwah di sana agar bisa mengislamkan keluarganya," katanya.
Katanya, dia sudah mengislamkan puluhan orang mualaf. Semua biaya kehidupan di pondok pesantren dibantu oleh para donatur-donatur. Tapi donatur tersebut bukan donatur tetap melainkan siapa saja yang ingin menjadi donatur. Oleh karena itu ustaz Nababan rajin mencari donatur untuk menyambung hidup anak asuh dan para guru di pondok tersebut.
"Setiap bulan keluar dana 60 sampai 70 juta tidak ada donatur tetap tapi bisa jalan. Ini kebenaran janji allah," ucap ustaz Nababan.
Di pondok pesantren itu mereka diajarkan semua tentang agama Islam, Alquran, hadist, fikih, bahasa Arab dan mengenai akhlak. Sementara belajar formal atau sekolah mereka lakukan di luar pondok. Ustaz Nababan mengatakan, guru-guru yang mengajar di pondok itu ada yang berasal dari luar seperti dari Libya, Mesir, dan Arab. Tujuannya agar para mualaf cepat paham mengenai islam dan bisa berguna di masyarakat.
Bahkan, di pondok mualaf ini ada penghargaan bagi mualaf yang berprestasi. Penghargaan itu berupa berangkat umrah ke tanah suci. Hadiah ini baru berjalan sekitar lima tahun dan sudah ada belasan orang yang beruntung. Seluruh biaya itu diberikan oleh donatur.
"Tahun ini ada empat orang berangkat," kata dia.
Ustaz Nababan juga sudah menyiapkan fasilitas di daerah-daerah untuk para mualaf untuk berdakwah. Kini dia pun membuka dua cabang pondok pesantren di NTT untuk memperluas niatnya membina para mualaf. Dia berharap kepada mualaf agar mereka belajar dengan sungguh-sungguh. Karena peluang belajar seperti ini susah didapatkan. (sumber)
Post a Comment