AANES Jawab Presiden Suriah Melalui Polemik Online
Tanggapan terbaru dari pihak Kurdi terhadap perkembangan politik di Suriah kali ini tidak datang langsung dari SDF atau sayap politiknya, Syrian Democratic Council (SDC). Justru yang bersuara adalah lembaga di bawahnya, yakni Democratic Autonomous Administration of North and East Syria (DAANES), yang lebih dikenal dengan AANES.
Fenomena ini dipandang sebagian kalangan sebagai langkah simbolis, bahkan dianggap sebagai bentuk sindiran terhadap pernyataan Presiden Suriah, Ahmed Al Sharaa. Sebelumnya, Al Sharaa menilai SDF tengah mencoba mengulur dan melambatkan proses reintegrasi wilayah timur Suriah.
DAANES, yang dianggap sebagai badan ilegal, dalam pernyataan resminya menekankan komitmen penuh terhadap keutuhan teritorial Suriah. Mereka menyatakan hanya dialog inklusif yang mampu menjamin masa depan Suriah dan melindungi kesatuan bangsa dari ancaman perpecahan. Pernyataan itu dibuat usai operasi keamanan Kurdi yang menewaskan sejumlah warga Arab.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Hubungan Luar Negeri DAANES, lembaga ini menegaskan penolakannya terhadap setiap proyek yang mengarah pada pemisahan wilayah. Mereka menggarisbawahi bahwa desentralisasi bukanlah separatisme, melainkan solusi untuk pemerintahan yang lebih adil.
DAANES juga menyinggung pertemuan antara SDF dan presiden sementara Suriah pada Maret lalu. Meski atmosfer pertemuan dianggap positif, DAANES menilai janji-janji yang dilontarkan Damaskus belum diwujudkan dalam langkah nyata di lapangan.
Mereka mengingatkan bahwa pengalaman mengelola wilayah di utara dan timur Suriah telah membuktikan kesungguhan DAANES menjaga stabilitas nasional. Dari mengusir rezim lama hingga melawan kelompok teroris, mereka mengklaim perjuangan itu dilakukan demi seluruh rakyat Suriah.
DAANES menyebut keberhasilan mereka dalam memberikan layanan publik tanpa diskriminasi kepada jutaan warga sebagai bukti kapasitas untuk memerintah secara inklusif. Hal ini dijadikan dasar klaim bahwa mereka layak menjadi mitra dalam perundingan politik.
Menanggapi tuduhan separatis, DAANES menegaskan bahwa label tersebut justru kontraproduktif. Menurut mereka, upaya untuk menutup ruang desentralisasi hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan antarwarga Suriah.
Mereka juga mengingatkan bahaya pendekatan politik yang berbasis demografi. Cara ini, menurut DAANES, dapat mengancam keragaman, merusak koeksistensi, dan menimbulkan kecurigaan antarkomponen masyarakat Suriah. Pernyataan ini bertentangan dengan sikap DANES yang mengalokasikan semua posisi dan jabatan penting bagi Kurdi di wilayah yang 80 persen-nya merupakan Arab, yang hanya diberi jabatan kroco-kroco.
Dalam pernyataan itu, DAANES menegaskan kesiapan komite khusus di wilayah mereka—mulai dari bidang konstitusi, administrasi, keamanan, hingga layanan publik—untuk langsung bekerja jika Damaskus menetapkan jadwal yang jelas.
Salah satu poin penting yang diangkat adalah upaya membuka jalur perbatasan, termasuk Qamishlo–Nusaybin. Langkah ini disebut sebagai jembatan komunikasi yang menunjukkan keterbukaan, bukan isolasi.
Sebagai solusi, DAANES mendorong transformasi Konferensi Nasional Suriah menjadi forum inklusif. Forum ini diharapkan bisa mempertemukan semua kekuatan dan komponen bangsa dalam satu meja perundingan.
DAANES melihat forum tersebut sebagai peluang emas untuk memulai jalan serius menuju Suriah demokratis dan terdesentralisasi. Model ini dianggap dapat merefleksikan aspirasi rakyat sekaligus menjaga persatuan nasional.
Pernyataan ini muncul di tengah memanasnya situasi politik di timur Suriah. Pasca jatuhnya Assad nanti, banyak warga dan suku yang berambisi membebaskan seluruh wilayah Deir ez-Zor dengan dukungan pemerintahan baru. Namun, intervensi helikopter Amerika beberapa waktu lalu menjadi sinyal kuat bahwa perebutan wilayah tidak akan dibiarkan tanpa kendali.
Langkah DAANES berbicara langsung, tanpa menunggu SDF atau SDC, memperlihatkan pola komunikasi baru. Sebagian pengamat menilai ini sebagai upaya mempertegas legitimasi administratif mereka selain meledek dan mendeligitimasi Damaskus, sekaligus menjaga jarak dari dinamika politik militer SDF.
Di sisi lain, kunjungan perwakilan SDC, Ilham Ahmed, ke Damaskus sebelumnya hanya mendapat sambutan setingkat Menteri Luar Negeri. Situasi ini menunjukkan bahwa ruang negosiasi masih terbatas dan penuh ketegangan.
Bagi DAANES, masa depan Suriah hanya bisa dijamin melalui dialog inklusif dan tanggung jawab bersama. Dengan menegaskan peran mereka, lembaga ini tampaknya berusaha memastikan bahwa komponen di utara dan timur Suriah tidak dipinggirkan dalam proses rekonsiliasi nasional.
Pernyataan DAANES juga menjadi pesan tersirat bahwa jika Damaskus tak tunduk pada hegemoni Kurdi di Suriah dengan dukungan AS dkk, maka itu berarti mengabaikan stabilitas dan hanya akan menjadi langkah mundur.
Baik DAANES maupun pemerintahan pemberontak milisi Druze Hikmat Al Hajri yang sedang mendirikan 'Negara Jabal Druze' dianggap oleh berbagai pihak merupakan perpanjangan tangan proyek neo-kolonialisme Greater Israel, meski tak semua warga Kurdi dan Druze mendukungnya.
Post a Comment